Polemik Pagar Laut di Tangerang Disorot Legislator PKB, Diduga Ada Upaya Penguasaan Tanah Laut

gebukman | 15 January 2025, 08:18 am | 36 views

Pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten, mendapat perhatian serius dari Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Eka Widodo. Ia menilai, pemasangan pagar ini diduga kuat sebagai bentuk penguasaan tanah laut secara ilegal dan merugikan berbagai pihak, terutama nelayan.

Polemik Pengawasan dan Dugaan Pembiaran

Edo, sapaan akrabnya, menyebut bahwa pagar laut tersebut berada di area yang seharusnya menjadi tanggung jawab pengawasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Ia mempertanyakan lemahnya pengawasan dan potensi pembiaran oleh pihak terkait terhadap aktivitas yang menciptakan polemik di masyarakat ini.

“Masalah ini cukup kompleks. Ada yang menyebut kecolongan, ada juga yang menduga ini merupakan bentuk pembiaran, dan lemahnya pengawasan dari pihak yang bertanggung jawab,” ujar Edo dalam keterangannya, Rabu, 15 Januari 2025.

Imbas Negatif bagi Nelayan dan Publik

Edo menegaskan bahwa keberadaan pagar laut tidak hanya membatasi akses ruang gerak nelayan, tetapi juga meningkatkan beban ekonomi mereka. Para nelayan harus menempuh jarak lebih jauh untuk mencari ikan, yang pada akhirnya memaksa mereka mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar.

“Pagar ini jelas merugikan nelayan. Ruang mereka untuk mencari ikan dibatasi, dan biaya operasional meningkat karena jarak yang lebih jauh harus ditempuh,” ungkap Edo.

Selain itu, ia menilai pagar tersebut juga melanggar hak publik atas akses ruang laut dan berpotensi merusak fungsi ekosistem. Edo mengungkapkan keprihatinannya atas indikasi bahwa pemagaran ini merupakan modus penguasaan tanah laut secara serampangan.

Peran Kementerian dan Regulasi Tata Ruang

Edo menekankan pentingnya peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), untuk segera menangani masalah ini sesuai dengan kewenangan masing-masing.

“KKP dan Pemprov Banten seharusnya bisa segera mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas kemunculan pagar ini. Saya juga berharap Kementerian ATR/BPN ikut bertindak dan menyelesaikan persoalan ini, terutama yang terkait dengan pengaturan tata ruang,” jelasnya.

Ia juga menyoroti perlunya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dalam setiap pemanfaatan ruang laut. Menurut Edo, ruang laut harus digunakan untuk kepentingan publik, seperti zona perikanan dan pelabuhan, bukan untuk kepentingan pihak tertentu.

“Karena pemagaran ini tidak tercantum dalam RTRW Pemprov Banten, langkah pertama adalah mengungkap motif di baliknya, lalu meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat,” tegas Edo.

Menggugat Solusi Instan

Edo mengkritik usulan penyelesaian masalah hanya dengan mencabut pagar melalui bantuan TNI/Polri. Menurutnya, solusi tersebut tidak menyentuh akar masalah.

“Persoalan ini tidak sesederhana itu. Saya justru ingin kasus ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap berbagai permasalahan lain, termasuk apakah pembangunan di pantai dan reklamasi yang semakin marak telah sesuai dengan RTRW dan tidak merugikan masyarakat,” tutup politikus asal Dapil Jawa Tengah IX ini.

Menggugah Pemerintah untuk Bertindak Tegas

Edo berharap kasus pagar laut ini menjadi momen bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan tata ruang wilayah, terutama di daerah pesisir yang rentan terhadap eksploitasi. Ia menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan kepada masyarakat dalam setiap kebijakan pembangunan yang menyangkut ruang hidup publik.

Sumber foto dan informasi: https://rmol.id/politik/read/2025/01/15/652410/tak-hanya-kkp-kementerian-atr-bpn-juga-bertanggung-jawab-soal-pagar-laut

Berita Terkait