
Seorang lansia bernama Ibu Soeminah, warga Dusun Bogo, Desa Nglawak, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, diduga menjadi korban praktik mafia tanah. Rumah yang ia bangun bersama almarhum suaminya selama puluhan tahun, kini telah bersertifikat atas nama KS, anak dari saudara kandungnya, tanpa sepengetahuannya.
“Saya tidak pernah memberikan izin atau hak waris atas rumah tersebut,” tegas Soeminah. Hal ini memunculkan dugaan kuat adanya kecurangan dalam proses penerbitan sertifikat tanah tersebut, yang dilakukan tanpa prosedur yang transparan maupun persetujuan dari pihak pemilik sah.
Mediasi yang Tidak Maksimal
Mediasi terkait kasus ini sempat dilakukan di rumah Kepala Desa Nglawak, namun tidak dihadiri oleh pihak KS. Ketidakhadiran KS membuat proses mediasi berjalan tidak maksimal, bahkan cenderung menemui jalan buntu.
Saat dimintai keterangan, Kepala Desa Nglawak hanya memberikan tanggapan singkat dalam bahasa Jawa, “Ko wae mas, tak petuk ane disek, tak petong e disek,” yang artinya meminta waktu untuk mempelajari lebih lanjut permasalahan ini.
Sementara itu, Sekretaris Desa Nglawak, yang memegang dokumen penting berupa Letter C atau Petok Desa, juga tidak pernah hadir dalam mediasi ataupun memberikan keterangan terkait status peralihan tanah tersebut.
Indikasi Penyalahgunaan Wewenang
Cak Godher, Ketua LSM FAAM Nganjuk yang mendampingi Ibu Soeminah, menyatakan bahwa kasus ini memiliki indikasi kuat adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses penerbitan sertifikat tanah.
“Ini adalah tindak pidana yang melibatkan kecurangan saat penerbitan sertifikat. Ada tahapan yang dilalui tanpa sepengetahuan pihak pemilik sah, yaitu Ibu Soeminah,” ujar Cak Godher dengan tegas.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta Sekretaris Desa untuk membuka dokumen Letter C terkait tanah tersebut, namun hingga lebih dari satu minggu tidak ada respons.
“Jika tidak ada penyelesaian secara kekeluargaan, kami akan melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH),” tambahnya.
Masalah Sistemik di Tingkat Desa
Menurut Cak Godher, kasus Ibu Soeminah bisa jadi hanya satu dari banyak kasus serupa yang terjadi akibat praktik kecurangan di tingkat desa. Ia menyoroti kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi pertanahan, yang kerap membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk memanipulasi dokumen dan menguasai aset secara ilegal.
“Praktik seperti ini mencederai keadilan dan hak masyarakat kecil. Ini bukan hanya tentang sertifikat, tetapi tentang kehidupan yang dirampas dari seseorang yang lemah secara ekonomi dan sosial,” kata Cak Godher.
Harapan Akan Penyelesaian yang Adil
Pihak-pihak terkait diharapkan segera memberikan klarifikasi atas status tanah tersebut dan menyelesaikan sengketa ini secara adil. Langkah ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa dan proses administrasi pertanahan.
Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dan memastikan hak atas tanah mereka terlindungi dengan baik, termasuk secara proaktif memantau status dokumen tanah serta melaporkan dugaan kecurangan ke pihak berwenang.
“Kami mendesak agar transparansi ditegakkan dan semua pihak yang terlibat dalam praktik kecurangan ini bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku,” pungkas Cak Godher.
Sumber foto dan informasi: https://faamnews.com/dugaan-mafia-tanah-di-nganjuk-seorang-lansia-kehilangan-hak-atas-rumah/
