AHLI WARIS TANAH RSPON BERSURAT KE KAPOLRI DAN KOMISI III DPR RI, DIDUGA DUA OKNUM PERWIRA BEKINGI MAFIA TANAH

gebukman | 15 February 2025, 09:39 am | 43 views

Jakarta – Persoalan sengketa tanah terkait uang ganti rugi dalam proyek perluasan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Jakarta Timur kini memasuki tahap akhir. Sidang yang telah berlangsung selama beberapa bulan ini menjadi ajang pembuktian kepemilikan tanah yang diklaim oleh Syatiri Nasri sebagai pemilik sah. Syatiri optimistis terhadap keputusan yang akan diambil oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Bambang Joko Winarno, SH, MH, dengan dua hakim anggota, Cokorda Gede Arthana, SH, MH, dan Agam Syarief Baharudin, SH, MH. Ia berharap keputusan pengadilan berpihak kepada ahli waris almarhum Mutjitaba Bin Mahadi serta diambil secara profesional berdasarkan bukti yang telah diungkap dalam persidangan.

Dalam pernyataan tertulisnya pada Sabtu (15/02/2025), Syatiri menegaskan bahwa bukti kepemilikan tanah yang menjadi objek sengketa sangat kuat. “Kami yakin karena dalam sidang sebelumnya telah terungkap bahwa Letter C 615 dan C 472 yang terdaftar di Kelurahan Cawang memang tercatat atas nama Mutjitaba Bin Mahadi,” ujarnya. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan kuasa hukum ahli waris, Isan Hadiansyah, SH, yang menegaskan bahwa bukti dari Kelurahan Cawang semakin memperjelas posisi kliennya sebagai pemilik sah. Bahkan, dokumen yang diserahkan oleh Lurah Cawang sendiri membuktikan bahwa kedua Letter C tersebut sah tercatat atas nama almarhum Mutjitaba Bin Mahadi.

Selain bukti kepemilikan dalam bentuk Letter C, fakta persidangan juga mengungkap bahwa Syatiri Nasri telah membayar pajak atas tanah tersebut dengan Nomor Objek Pajak (NOP): 31.72.020.007.011-0014.0, yang semakin memperkuat klaim kepemilikannya. Selain itu, berdasarkan ketetapan Rencana Kota (KRK) yang diterbitkan melalui pengukuran tanah dengan nomor 12775/5.1/31.75.00.000/-1.711.53/2016 dan KRK No. 12776/5.2/31.75.00.000/-1.711.53/2016 pada 26 Mei 2016, yang ditandatangani oleh Kepala Kantor PTSP Kota Administratif Jakarta Timur, Desti Ernaningsi, SH, MH, tanah tersebut dinyatakan milik Syatiri Nasri. Dalam persidangan juga terungkap bahwa Syatiri Nasri selaku ahli waris belum pernah menjual tanah tersebut. Munculnya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh Almarhum Kombes YJ diduga palsu. Notaris Makmur Tridharma juga telah membuat pernyataan bahwa Akta PPJB tersebut tidak pernah dikeluarkan dari kantornya karena belum memenuhi syarat administrasi serta tidak ada keterlibatan Syatiri Nasri dalam proses pembuatannya.

Kuasa Hukum Syatiri Bersurat ke Kapolri dan Komisi III DPR RI

Kuasa Hukum Syatiri Nasri, Anton Setyo Nugroho, dalam keterangannya pada Sabtu (15/02/2025) menyampaikan bahwa PPJB palsu tersebut diduga dibuat atas paksaan Almarhum Kombes YJ terhadap Notaris Makmur Tridharma tanpa sepengetahuan pemilik tanah. Syatiri Nasri tidak pernah menerima pembayaran sebagaimana yang tertera dalam Akta PPJB, di mana Almarhum Kombes YJ mengklaim telah memberikan uang muka sebesar 11% atau senilai Rp 5.000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah) dari total harga Rp 45.000.000.000,- (Empat Puluh Lima Miliar Rupiah). Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian di mana pihak penjual menyerahkan barang, dan pihak pembeli membayar harga yang disepakati. Jika pembayaran belum lunas, maka perjanjian jual beli belum sempurna, apalagi Syatiri Nasri tidak pernah terlibat dalam pembuatan Akta PPJB tersebut.

Persoalan semakin rumit setelah istri Almarhum Kombes YJ dan dua anaknya, yaitu AKBP AP dan Kompol RPA, turut mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Beberapa dokumen asli milik Syatiri Nasri diduga telah dibawa oleh mereka dan hingga kini belum dikembalikan. Syatiri Nasri menegaskan bahwa ia tidak pernah memberikan kuasa tertulis kepada Almarhum Kombes YJ untuk mengurus tanah Girik Letter C No. 615 Persil 661 d.1 seluas 2.450 M2 dan Girik C Nomor 472 Persil 1386 d.1 seluas 1.070 M2 yang tercatat atas nama dirinya. Kuasa yang diberikan hanya terkait pengurusan tanah Girik Letter C No. 156 Tahun 1932 pada tanggal 30 Maret 2013. Oleh karena itu, Almarhum Yahya Jalil tidak memiliki dasar hukum yang sah untuk mengurus tanah tersebut, sehingga terdapat dugaan bahwa ia telah menggelapkan dokumen asli milik Syatiri Nasri.

Istri Almarhum Kombes YJ serta kedua anaknya yang berprofesi sebagai perwira kepolisian diduga menggunakan Akta Pengikatan Jual Beli palsu dalam gugatan intervensi yang diajukan di PN Jakarta Timur dalam Perkara Perdata No: 524/Pdt.G/2024/PN JKT.TIM. Dalam gugatan tersebut, mereka mengklaim bahwa almarhum ayahnya telah membeli tanah tersebut, padahal Notaris Makmur Tridharma dengan tegas menyatakan bahwa Akta PPJB tersebut adalah palsu. Tindakan kedua oknum perwira polisi ini yang menggunakan dokumen palsu dalam persidangan berpotensi melanggar Pasal 263 – 266 KUHP. Selain mencederai kode etik kepolisian, karena keterlibatan mereka dapat menimbulkan dugaan adanya kolusi dengan mafia tanah.

Kuasa Hukum Syatiri Nasri telah melayangkan somasi kepada kedua oknum polisi tersebut melalui surat No: 027/SAP/SRT/II/2025 tertanggal 10 Februari 2025, namun hingga kini belum mendapat tanggapan. Selain itu, pengaduan juga telah disampaikan ke Propam Polri melalui layanan pengaduan online dengan nomor registrasi: 11250214000112, meskipun masih memerlukan perbaikan dokumen pendaftaran. Langkah lain yang telah ditempuh adalah mengirimkan surat kepada Kapolri dan Komisi III DPR RI untuk meminta tindakan tegas terhadap oknum polisi yang diduga membekingi mafia tanah, serta mendesak agar kedua perwira tersebut mengembalikan dokumen asli milik Syatiri Nasri.

Dengan berbagai bukti yang telah diungkap dalam persidangan serta laporan yang telah disampaikan kepada otoritas terkait, Syatiri Nasri dan kuasa hukumnya berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan hak atas tanah yang disengketakan dikembalikan kepada pemilik yang sah.

Berita Terkait