
Melansir laman resmi Kementerian ATR/BPN RI, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyoroti urgensi pembuatan peta yang akurat guna menghindari kebingungan dan potensi kesalahan dalam proses penyertipikatan tanah. Dalam upaya tersebut, Menteri Nusron mengajak Kementerian Kehutanan untuk berkolaborasi mewujudkan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) yang terintegrasi, khususnya untuk memperjelas batas kawasan hutan dan wilayah yang dikelola Kementerian ATR/BPN.
“Sinkronisasi ini sangat penting. Pada sektor kehutanan, peta dan batas kawasan yang tepat sangat diperlukan agar tidak terjadi perambahan atau penyalahgunaan kawasan hutan. Sebaliknya, bagi Kementerian ATR/BPN, ini juga penting agar tidak terjadi sertipikasi lahan yang ternyata berada di kawasan hutan,” jelas Nusron Wahid dalam Rapat Koordinasi di kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Kamis (02/01/2025).
Dampak Hukum dan Kebutuhan Kolaborasi
Menurut Nusron, sinkronisasi peta juga bertujuan untuk mengurangi risiko hukum yang seringkali menjerat pegawai Kementerian ATR/BPN akibat kesalahan dalam penyertipikatan tanah. Ia mencontohkan kasus di mana pegawai BPN menjadi sasaran kriminalisasi karena ketidaksesuaian batas kawasan.
“Dengan kolaborasi yang baik, kita harapkan pegawai BPN terlindungi dari risiko hukum yang timbul akibat kesalahan teknis. Hal yang sama juga berlaku untuk memastikan kawasan hutan tetap terlindungi dari klaim yang tidak sah,” tegas Nusron.
Penataan Ruang Responsif Iklim dan Reforma Agraria
Nusron juga menekankan bahwa peta yang jelas tidak hanya penting untuk pengelolaan batas kawasan hutan, tetapi juga untuk mendukung penataan ruang yang adaptif terhadap perubahan iklim. Selain itu, pemetaan ini akan memperkuat program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan pengakuan atas tanah ulayat atau tanah masyarakat adat.
“Peta yang akurat menjadi landasan utama dalam merencanakan tata ruang yang ramah lingkungan dan mendukung kepentingan masyarakat, termasuk masyarakat adat,” tambah Nusron.
Arahan Presiden dan Kebijakan Satu Peta
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan bahwa kolaborasi antar kementerian ini merupakan arahan langsung dari Presiden RI, Prabowo Subianto. Presiden mendorong percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta untuk mengatasi tumpang tindih data dan menghilangkan ego sektoral antar lembaga.
“Integrasi data adalah arahan utama dari Presiden Prabowo. Beliau menekankan pentingnya sinergi tanpa hambatan antar kementerian, demi kepentingan nasional yang lebih besar,” ujar Raja Juli Antoni.
Dukungan Proyek ILASPP
Proses sinkronisasi data geospasial ini merupakan bagian dari proyek Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang didukung oleh Bank Dunia. Proyek ini bertujuan untuk mempercepat implementasi Kebijakan Satu Peta dengan melibatkan berbagai instansi, termasuk Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan, serta Badan Informasi Geospasial (BIG).
Langkah Ke Depan
Sebagai tindak lanjut, rapat teknis akan dilakukan untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam menciptakan satu peta yang terintegrasi. Hal ini mencakup penguatan koordinasi antar kementerian dan penggunaan teknologi mutakhir untuk memastikan data geospasial yang dihasilkan akurat dan relevan.
Rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, seperti Kepala BIG, Muh Aris Marfai; Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya; serta perwakilan dari Kementerian Kehutanan dan instansi terkait lainnya.
Sumber foto dan informasi: https://serayunusantara.com/kolaborasi-kementerian-atr-bpn-dan-kemenhut-dalam-sinkronisasi-dan-integrasi-data-geospasial-kawasan-hutan/
