
TENGGARONG – Pertemuan antara masyarakat Jahab dan PT BDAM kembali digelar untuk masyarakat membahas tuntutannya terkait ganti rugi lahan yang telah digusur oleh perusahaan. Pertemuan yang difasilitasi oleh pemerintah ini masih menyisakan pekerjaan rumah, mengingat beberapa poin tuntutan masyarakat belum mendapat penyelesaian.
Sebelum hadirnya HGU perusahaan, masyarakat setempat menggantungkan hidup dari hasil alam di wilayah tersebut. Mereka memanfaatkan hutan dan lahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kehadiran perusahaan, masyarakat berharap ada manfaat yang bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Ini menjadi PR yang harus segera diselesaikan agar tidak ada konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan. Lahan masyarakat yang sudah digusur harus diganti rugi, sementara lahan yang belum dibebaskan perlu segera dibebaskan demi kenyamanan bersama,” ujar Elia Hendra Wijaya, kuasa hukum masyarakat lingkar HGU, Kamis (9/1/2024).
Elia juga menyoroti klaim perusahaan yang menyatakan telah melakukan pembayaran ganti rugi. Namun, menurutnya, hal tersebut harus dibuktikan secara transparan.
“Memang benar ada pembayaran, tapi itu baru sebagian. Masyarakat yang belum menerima pembayaran tentu berhak menuntut. Kalau memang sudah dibayarkan, tentu harus ada bukti,” tambahnya.
Masyarakat mengaku tidak pernah mengetahui proses pengajuan HGU yang menjadi dasar penggusuran lahan dan hutan serta pembebasan lahan warga, termasuk tanam tumbuh yang menjadi sumber penghidupan mereka sudah digusur.
Di pihak lain, kuasa hukum PT BDAM, Husni Thamrin, menyebut pertemuan kali ini sebagai forum silaturahmi antara masyarakat dan perusahaan yang juga dikawal oleh pihak keamanan.
“Hari ini kita melanjutkan kesepakatan yang telah dibuat pada 19 September 2024. Selain itu, kami juga membentuk tim verifikasi untuk menilai tanam tumbuh yang diklaim masyarakat di HGU perusahaan,” ujar Husni.
Namun, ia menegaskan bahwa tanah yang berada di dalam wilayah HGU PT BDAM tidak akan diperdebatkan lebih lanjut karena statusnya dianggap sah. Jika masyarakat tidak puas dengan hasil mediasi, Husni mempersilakan untuk menempuh jalur hukum.
“Perusahaan hanya akan mengganti rugi tanam tumbuh, sementara permasalahan tanah adalah ranah hukum. Kami berharap dapat hidup berdampingan dengan masyarakat secara damai, aman, dan saling menguntungkan,” pungkasnya.
Sementara itu, pemerintah daerah diharapkan dapat terus memfasilitasi dialog antara kedua belah pihak demi menemukan solusi terbaik yang tidak memberatkan masyarakat dan tetap mengakomodasi kepentingan perusahaan.(*)
Sumber reupload: https://jurnalborneo.com/harapan-masyarakat-jahab-atas-konflik-lahan-dengan-pt-bdam-perlu-solusi-berkeadilan/
